4. Arga: Lintasan Tanpa Goresan Jauh dari pesisir, di kota itu, yang serba bersih dan berkilau, Arga menjalani harinya di balik kaca gedung tinggi yang memantulkan cahaya matahari, membuat ruangan menjadi sejuk dan dingin. Usianya tak jauh dari Saka. Namun nasibnya dipahat dari cetakan yang berbeda. Arga tidak pernah tahu sulitnya meracik angka-angka belanja bulanan atau bernego dengan langin, supaya dicegahnya hujan turun. Ia bekerja di kantor, eksekutif mudar, duduk di balik meja, mengetik pelan, berbicara ringan. Tak perlu tergesa-gesa, tak perlu takut terlambat. Konon katanya, keluarganya dekat dengan keluarga pemilik perusahaan. Di ruang-ruang rapat, orang menyebut nama ayahnya dengan nada segan. Maka kerja Arga, walau tak menonjol, tetap dirawat. Keberadaannya tak pernah dipertanyakan. Gaji yang masuk ke rekeningnya setiap bulan cukup untuk makan di tempat yang membuat Saka berhenti di depan etalase saja pun tak berani masuk. Arga tak pernah merasakan keringat membasahi pung...